Jika aku punya sebuah rumah, rumah sederhana di desa yang tenang. Dimana embun, kabut, dan hiruk pikuk parkit bertombakan di udara pagi. Aku ingin menghabiskan pagi dan senja di pelukanmu. Kemudian saat pagi mulai memanasi kerikil di halaman depan, aku pergi ke kebun belakang. Memberi makan ikan dan naga, bercengkrama dengan daun singkong dan tanah sehabis hujan. Sementara engkau mengepulkan asap di dapur, menyiapkan sepiring nasi liwet, menghangatkan gudeg nangka kemarin sore, dan menggoreng beberapa lembar mendoan.
Ini seperti mimpi ya. Tapi bukankah kita dulu tak pernah menyangka saat masih SMA? Dan kini kita di sini. Di rumah debu. Dengan langit bujur sangkar yang kita kagumi itu.
Kadang aku juga ingin memelihara unicorn. Seekor saja. Makanannya mungkin daun singkong. Atau mungkin dia juga suka dandelion liar. Seperti kita juga. Seperti rumah dan kebun kita yang sengaja kita pilih berada di dekat sawah. Dimana banyak rumput liar tumbuh dengan nyaman. Termasuk dandelion tentunya.
Unicorn, dan dandelion.
Dan kemudian, tiap akhir minggu kita ke pantai; naik unicorn tentu saja; sembari menaburkan benih dandelion sepanjang jalan, sepanjang kenang.
Lalu kita mesti menjaga dan memelihara kebun kita. Agar ada cukup dandelion untuk satu, dua, tiga, empat, atau lima ekor unicorn...
it’s not a legend if it have been proven, isn't it?
Artikel terkait :