Nama Idjon Jambi akhir-akhir ini menjadi terkenal. Idjon Jambi menjadi top news di media-media nasional maupun jejaring sosial. Siapakah Idjon Jambi?
Tulisan itu dibuat oleh pengguna facebook dengan ID Idjon Jambi. Saya sendiri tak tahu siapa Idjon Jambi. Iseng searching di google, ternyata Idjon Jambi ini adalah salah satu tokoh Kopassus (dulu bernama RPKAD).
Berdasarkan Wikipedia, Idjon Jambi bernama lengkap Mochammad Idjon Djanbi (lahir di Kanada sekitar tahun 1915 dengan nama Rokus Bernardus Visser) adalah mantan anggota Korps Speciale Troepen KNIL dan komandan Kopassus pertama.
Pada beberapa literatur, nama Idjon Jambi tertulis Idjon Janbi. Entah mana yang benar.
Kopassus dibentuk oleh Kolonel AE Kawilarang yang waktu menjabat sebagai Panglima TT III / Tentara Teritorium Siliwangi. Ia memanggil seorang bekas tentara KNIL yang memilih menjadi WNI, ketika terjadi perang DI /TII, namanya Mayor Mohammad Idjon Jambi (orang Belanda, Nama aslinya RB Visser). Kopassus diresmikan oleh AH Nasution pada waktu itu dan hanya 6 bulan berada dibawah TT III Siliwangi sebelum akhirnya dimabil alih oleh AD. Baretnya pun berwarna merah, karena memang mengambil alih konsep pasukan belanda “red barets”. Mengenai warna baret ini perlu kita ketahui bersama bahwa seluruh pasukan khusus di dunia menggunakan warna hijau, sedangkan pasukan “airborne /lintas udara” nya berwarna merah. Tapi di Indonesia terbalik, justru pasukan khususnya yang menggunakan baret warna merah.
Ada tiga figur yang sangat berperan di balik pembentukan pasukan komando: Slamet Rijadi, Alex Kawilarang, dan Moch Ijon Djanbi (Rokus Bernadus Visser). Dari tiga nama tersebut, adalah Ijon Janbi yang paling banyak meninggalkan jejak, salah satunya adalah soal pilihan warna baret (merah), hingga satuan Kopassus memperoleh julukan tipikal sesuai warna baretnya: Korps Baret Merah. Wacana soal pilihan warna baret ini menarik, karena berkaitan dengan tradisi satuan yang mengenakannya. Pada biografi Slamet Rijadi yang kita bicarakan ini, disebutkan, sebenarnya Slamet Rijadi lebih terkesan pada baret warna hijau (halaman 208 dan 221).
Bila warna merah yang dipilih, tentu ini tak lepas dari sentuhan Mayor Ijon Djanbi, selaku Komandan pertama satuan tersebut, yang awalnya bernama Kesko (Kesatuan Komando) TT III/Siliwangi. Bisa jadi ada unsur subjektivitas dari Ijon Janbi sebagai mantan anggota pasukan khusus KNIL (Korps Speciale Troepen, KST). Mengapa warna merah yang akhirnya dipilih, bukan warna hijau, yang merupakan warna baret KST tempat Djanbi sendiri pernah bergabung? Padahal gagasan Slamet Rijadi tentang perlunya pembentukan pasukan berkualifikasi komando, awalnya berdasarkan kekagumannya atas kemampuan tempur KST tersebut, yang notabene berbaret hijau (halaman 261).
Pilihan baret merah bisa dibaca sebagai bentuk apresiasi khusus Djanbi terhadap pasukan khusus Inggris. Saat mendaftar sebagai anggota pasukan komando dulu, Djanbi berlatih di pusat pelatihan pasukan khusus Inggris di kawasan Acknacary (Skotlandia), di bawah gemblengan instruktur-instruktur Inggris pula. Perlu diingat, meski pernah bergabung dalam pasukan khusus Belanda, Djanbi sempat memiliki pengalaman pribadi yang pahit dengan satuan tersebut. Itu sebabnya Djanbi lebih memilih warna merah bagi satuan komando yang dirintisnya. Sampai kini baret merah juga masih dipakai pasukan elite Inggris (The Parachute Regiment).
Mungkin pemilihan ID Idjon Jambi oleh sang penulis note PELAKU PENYERANGAN LP SLEMAN ADALAH APARAT KEPOLISIAN terinspirasi dari Idjon Jambi sang Komandan Kopassus pertama. So, ga berlebihan apabila sebagian orang menganggap tulisan tersebut adalah versi underground dari TNI (lebih khususnya Kopassus) terkait penyerangan LP Cebongan.
Bagaimana Menurut anda?